Kado Yang Tak Pernah Kuterima
07.04
source : Favim
Lelah ku dalam perjalanan mengudara rasanya
sudah sembuh setelah ku lemparkan badan di kasur yang nyaman disalah satu hotel
tak jauh dari pusat keramaian di Singapura, Ku lihat telepon genggamku yang
menunjukan sudah pukul 10 malam, aku bahkan lupa memberi kabar Bintang, lelaki
yang menjadi tujuan utama ku datang kemari. Sejenak aku masih ragu, membiarkan Bintang
saja lah yang mengambil hatiku, sayangnya aku hanyalah perempuan biasa yang
hanya bisa berharap pada kenyataan yang ada, dan mudah membiarkan getar hati untuk cinta kapan saja, asalkan
jelas dan setia, yang tak mau memilih jalan yang berliku, jika jalan yang mudah
dan jelas saja sudah didepan mata.
Tepatnya kemarin senja aku menerima
pinangan Bintang walau tidak secara langsung Bintang mengungkapkanya karena
sudah genap 3 tahun kita menjalani
hubungan jarak jauh, Bintang membuka cabang bisnisnya di singapura sehingga
harus menetap di negara ini cukup lama, sedangkan aku baru kemarin siang resmi
menyelesaikan kuliah S2 ku di Jakarta. Pertemuan pertamaku dan Bintang melalui
sahabatku Jakfar, kita bertemu disalah satu café didaerah Jakarta Pusat dekat
stasiun Sudirman disitulah tempatku dan
Jakfar biasa bercengkerama. Aku masih teringat jelas saat Jakfar
memperkenalkanku pada seorang lelaki yang memang lebih dewasa penampilanya
darinya, disaat itu pula aku mulai mengenal Bintang.
Ada beberapa pesan masuk dari Bintang,
kubalas seadanya , lalu kualihkan
pandangan mata melihat keluar jendela, udara hangat kota ini sangat syahdu
jika dinikmati, jujur ada sedikit rasa yang mengganjal dalam hati, aku tak
pernah tau pasti, tapi dengan melihat keramaian Orchard Road yang sejurus bisa kulihat dari jendela hotel ini, ada rasa
kosong tentang kehangatan dan kenyamanan. Apa yang sebenarnya dirahasiakan oleh semesta,
mengapa semua hanya diam, hingga hatiku juga samar untuk menerka.
Telepon genggamku bergetar sekali, ada satu
pesan, kulihat pengirimnya
Jakfar :
Menganggumi mu itu adalah pilu
Mencintaimu itu adalah luka
Merindukanmu itu adalah sia sia
Tapi aku baru sadar memberi mu hadiah adalah tanda
Aku pernah ada walau sangat rahasia.
Dan Walau pada akhirnya tak ada sisa.
Ku baca berulang kata tiap bait sajak yang
dikirimnya, aku masih saja tak mengerti betul makna sebenarnya, tapi aku punya
sudut pandang yang terus membebani pikiranku, apakah selama ini inilah yang
selalu aku tunggu, yang selalu kusemogakan, yang selalu terselip dihati
kecilku?
Kembali Jakfar mengirimkan beberapa foto,
difoto itu ada 4 kotak kado yang masih terbungkus rapi tapi 2 diantaranya sudah sedikit usang, 1
lagi kotak kecil dengan bungkus yang
telah membaur seperti habis terkena air.
“Dasar Jakfar Bodoh” desisku sambil
melempar telepon genggamku ke arah kasur, hatiku tiba-tiba
sesak, aku seperti merasakan pencapain tapi tidak pada tempatnya, aku mengumpat
beberapa kali dengan menyebut nama Jakfar, Jakfar dan Jakfar.
Aku ragu untuk meluapkan marah, karena aku
tak tau marah kepada siapa, aku juga samar merasa kecewa karena aku pun tak tau
untuk apa sebenarnya kecewa. Tapi entah kenapa ada butiran bening menetes
dipipi, memberi rima dalam persaan yang ambigu ini.
Aku mencoba berhening sejenak dengan rasa,
lalu kenangan datang dalam benakku, sekeping pertemuanku dengan Jakfar masih
terus bersemanyam enggan hilang dari
angan, karena aku mengenalmu pertama
kali lewat hati bukan lewat mata yang melihat raga satu sama-lain. Dimulai dari
aku yang menjadi diriku sendiri di dunia maya, dan Jakfar yang menjadi dirinya
didua tempat yang berbeda, tapi beruntunglah aku bisa mengenalnya dari semua
sisi, sisinya yang terbuka lewat tiap kata yang mengandung makna disetiap
tulisnya, sisinya yang tulus dari keberadaanya yang selalu penuh keikhlasan. Salahkah aku jika aku selalu nyaman saat bersamanya,
bahkan sebelum saling bertatap muka?. Apa sejahat itukah aku hingga tak pernah
tau begitu besar rasa sesak amarah yang dipendamnya, atau memang Jakfar lah yang terlalu pengecut
tak pernah berani menyatakanya bahkan memberi tanda biar aku tahu sebenarnya.
Aku lihat lebih jelas lagi gambar-gambar
yang dikirim Jakfar kepadaku,
Kado dengan ukuran sedang berbentuk tanda
cinta dengan pita merah hati dan terbungkus kertas merah muda yang sudah sangat
usang, dipegang dengan satu tangan yang sedang memakai kemeja biru dan jam
tangan yang sangat aku kenali, aku ingat jelas, saat itu saat ulang tahunku
yang 20 tahun aku merayakan pertama kali dengannya tepat pukul 1 dini hari di
depan apartemen ku, dia hanya membawa kue dengan angka umurku yang kutau, tanpa memberi ku hadiah apapun, kita bahkan
duduk bersama di balkon menikmati matahari baru hari itu, waktu itu aku belum
berpacaran dengan bintang tapi dia malah mengatakan aku mendapat ucapan pertama
kali dari bintang melaluinya sejak semalam.
source : tumblr
Foto yang kedua terdapat kado yang paling
besar dari yang lainya, seukuran kardus sepatu yang dibungkus dengan kertas
warna biru pastel, tertempel dengan rapi satu pucuk surat berwarna merah hati
yang masih tersegel dengan rapi, kado itu terdiam diatas koper warna biru disampingnya
terlihat kaki dengan sneaker warna abu-abu kaos kaki hitam dan celana cargo
army, aku ingat betul itu penampilan Jakfar saat kujemputnya dibandara selepas
dia pulang dari tugas pemotretanya di Wakatobi. Saat itu juga tepat ulang
tahunku yang ke 21, tapi niatku berada dibandara saat itu tidak hanya untuk
menemui Jakfar seorang, sudah genap 3 bulan aku berpacaran dengan Bintang, dan
seperti biasa saat Bintang kembali aku tak pernah lupa menjeputnya, Bintang
hanya berkunjung disaat-saat tertentu sepeti saat itu, saat ulang tahunku,
Bintang lebih dulu kutemui dan memberiku hadiah kalung serta ucapan cinta
walupun ditempat yang sama dengan Jakfar, aku juga ingat waktu itu Bintang
buru-buru ke kantornya di Jakarta sehingga aku pulang bersama Jakfar, disitu
Jakfar memberiku ucapan ulang tahun yang lebih pribadi dari yang berada dibandara
tadi, dia menyanyikan lagu ulang tahun dengan nada yang dibuat-buatnya dan
sederetan doa-doanya. Aku tersenyum kecil mengenang tingkah-tingkah konyol
Jakfar, aku selalu rindu dengan celoteh dan polahnya padahal baru kemarin malam terakhir bertemu.
Aku kembali menatap layar dan kulihat foto
yang ketiga, kado dengan ukuran kecil perbentuk persegi tanpa tutup dan pita,
hanya berbalut kertas warna putih dengan
goresan sajak cinta yang dibuatnya sedikit samar difoto itu, mungkin sengaja
biar tak terbaca, tapi aku masih bisa membaca beberapa kata, “mecintaimu, pergi, sisa, menyerah, lelah”
hanya beberapa yang bisa ku baca, tapi aku yakin isi sajak itu seperti apa
bunyinya. Kado itu tergeletak dibangku mobil jakfar, tepat diatas bendel
storyboard yang baru dia kerjakan dengan melakukan riset dibandung, setauku itu
saat Jakfar tengah sibuk dengan project nya yang kejar tayang, sampai perlu
menginap dibandung satu minggu full, tapi entah kenapa malam itu mobilnya sudah
terparkir didepan kampusku, aku masih ingat kita berpapasan di koridor depan
ruang dosen yang tepat saat itu aku baru
selesai menemui salah satu dosenku, dan berakhirlah kita bercerita dan
bercengkerama panjang lebar di lapangan
basket bersama termaram bintang dan bulan yang menjadi saksinya sampai tengah
malam dan Jakfar hanya menemaniku menunggu taksi tak sempat mengantarku pulang
karena dia harus kembali ke Bandung menyelesaikan pekerjaanya. Owh iya, itu juga
tepat ulang tahunku yang ke 23, aku masih bersama Bintang tapi memang sudah
jarang bertemu denganya karena aku juga sadar akan kesibukanya, toh selama
Jakfar masih selalu dekat dengaku aku kadang lupa bahwa aku sedang menunggu
kabar Bintang yang berada di negara seberang, karena Jakfar lah yang
mengajarkanku untuk lebih mencintai Bintang beserta kesibukanya, jika aku rindu
aku selalu disuruh menunggu, benar kata Jakfar
karena pada akhirnya Bintang menemui ku dan memberiku kejutan seminggu
setelah hari ulang tahunku.
Dan untuk foto keempat, kado itu masih
terpegang oleh tangan dengan kerutan kulit kediginan dibalut setelan jas hitam
yang masih basah oleh air hujan, semalam adalah perayaan kelulusanku di salah
satu Villa, Jakfar sengaja aku ajak dalam pesta kecil yang dibuat temanku,
dengan tampilan seadanya aku sempat berdansa dengan nya dimalam pucak, awalnya
memang tak ada yang spesial semua berjalan lancar dan biasa saja, toh karena aku
dan Jakfar sudah terlalu sering menjadi partner dibeberapa pesta, tapi suasana
malam itu sedikit beda, tak heran jika hujan menyapa karena bulan ini bulannya hujan
berkelana, setelah aku dan Jakfar lelah dengan dendangan dan keramahtamahan
pesta di dalam, kita menepi di sudut teras dibawah bola-bola lampion yang
hampir padam terkena percikan air hujan.
“Selamat Yas, waah bisa-bisa aku kalah lagi
nih, keduluan kamu yang ketemu Tom Cruise duluan” ucap Jakfar sambil sedikit
tertawa renyah.
“gak usah gitu deh Far, lagian aku juga
masih bimbingan 1 bulan di Singapura”
“oh iya, selamat juga deh yang bakal menyudahi LDR an nya ”
“Tauk deh kalo soal itu Far, aku malah
berfikir mau menyudahi hubunganya sekalian, kamu tau sendiri kan sampai detik ini aku gak pernah lihat
keseriusan Bintang Far, lagipula aku bimbingan satu minggu cuma 2 kali
pertemuan, jadi mending sering-sering balik ke kesini deh, ketemu kamu” jawabku
spontan,
karena itulah yang sedari kemarin aku pikiran, hubunganku dan Bintang memang sedikit istirahat satu minggu ini,
Bintang terlalu sibuk dengan urusanya, beberapakali aku menemuinya di sana juga
sama, dekat ataupun tidak sifat Bintang selalu seperti itu, tapi entah kenapa
aku masih tetap jatuh cinta padanya kala kita beratatap muka, tapi kadang tak
merasa nyaman karena jika aku bersama Bintang kita seolah sepasang kekasih
yeng telah dewasa yang hanya memiliki tujuan
sebagai partner pengisi kehidupan, itu saja tanpa tau apa sebenarnya
bahagia, dan apa itu makna cinta.
“ya coba Yas kamu bicarakan baik-baik dulu
sama Bintang, barangkali ada kesalahpahaman diantara kalian, dan jika memang
itu jalan keluar yang terbaik aku selaku
sahabatmu ya cuma bisa support kamu salama itu yang terbaik buat kalian ”
setelah Jakfar terdiam beberapa menit, dia memberiku nasihat yang sedikit rumit
sebenarnya.
Aku ambil telepon genggamku dari tas dan
segera menghubungi Bintang, tapi apa yang kudapat ada lebih dari 10 pesan dari
Bintang yang belum kubaca, 8 diantaranya berisi peringatan
Bintang :
“Yasinta sayang, please answer my question right now,
aku sudah terlanjur bersumpah jika benar dalam waktu 2 jam kamu tak menjawabnya
berarti kamu masih meragukanku, dan inilah akhir perjalanan kita”
Aku mencoba mencari pesan-pesan yang sudah
tertimbun apa sebenarnya pertanyaan Bintang
Satu pesan berisika sematan video, aku
putar video itu perlahan , ternyata ini alasan Bintang seminggu ini
menghilang, menyiapkanya,di akhir video itu
“Will You Marry Me?” suara Bintang terdengar jelas dari telepon
genggamku sampai Jakfar menoleh juga penasaran ingin melihatnya.
Aku benar-benar terbawa oleh suasana
romantis video itu, aku menatap mata
Jakfar dengan penuh pertanyaan, Jakfar kembali menatapku lama sekali dan
akhirnya mengangguk pelan, tiba-tiba
tanganku dengan cepat mengetikan “yes” dan terkirimlah jawaban itu ke Bintang,
seketika Jakfar mengambil telepon genggam ku dan meletakanya di bangku teras
lalu menarik tangaku keluar menuju halaman villa yang tengah diguyur hujan
lebat, Jakfar berteriak beberapa kali dan terus menyerukan,
“Yasinta bentar lagi nikah” seru Jakfar
sambil menari-nari di bawah alunan hujan yang lumayan deras, sambil
ketawa-ketiwi terlihat sangat merayakan suasana ini.
Aku bungkam seketika mulutnya karena
teriakanya sudah tidak terkendali lagi, padahal beberapa temanku masih
menikmati pesta didalam, takutnya timbul berbincangan yang mengada-ada. Jakfar
menatapku lebih dalam beberapa detik kemudian memeluku, aku tak begitu
jelas melihat bola matanya, karena masih
tertutup kacamata, pelukan Jakfar begitu erat, hinga hanya kehangatan yang aku
rasakan saat itu, padahal kita baru ditengah-tengah hujan lebat.
“Far apakah pilihanku salah?” bisiku dengan
sendu ke telinga Jakfar
“Selamat Yas, hari ini benar-benar harimu,
semesta selalu berpihak indah kepadamu, tak perlu tanyakan kepadaku lagi, cukup
biacarakan itu pada hatimu, aku tunggu undanganya lho Yas” jawab Jakfar dengan
nada yang sedikit sesak mungkin karena dia Kedington atau saking terharunya
karena ku lihat bibirnya masih saja terseyum walau butiran air hujan terus
membasahi pipi, bahkan sempat tertawa di akhir kalimatnya.
Itu baru kamarin malam, baru saja bisik hatiku lirih, tiba-tiba ada kosong dalam jiwa, hatiku
terus meremas perasaan pilu yang masih saja buntu, ingatanku masih terus
memutar balik waktu, ilusiku pun masih enggan menyakini kenyataan tentangmu,
Jakfar. Kisah kita bertumpah ruah kemarin malam, dan ternyata itu tetap
ungkapan diam, kukira semalam adalah tanda yang kau berikan, kukira itu juga
titik penghabisan peluhmu disampingku, kukira dan terus kukira, sampai akhirnya
aku menapak ditempat dengan kenyataan yang masih rahasia. Jakfar andai saja dan
terus andai saja, semesta tak membungkam erat hasrat tentang kita, hujan
mungkin tak turun semalam, pesanya mungkin juga tak tersampaikan, tapi mengapa
harus ada hikayat yang merangkul
kenyataan jadi secepat kilat, aku ada disini dengan memberi komitmen pasti,
yang tak akan lepas dari janji suji, sedangkau kau Jakfar? Apa kau tengah
sekarat, menghakimi harapan jiwa yang telah berkhianat, menyalahkan semesta
tentang cinta, membuang semua kepalsuan cerita, bahkan bersumpah serapah akan
mengabdi pada derita.
source : tumblr
***********************************
Mungkin kalian masih sedikit bingung tentang kisah ini, karena memang aku hanya membiarkan Yasinta yang bercerita, padahal semua rahasia ada ditangan Jakfar, biarkan waktu yang memberi Jakfar tempat bercerita dan menuliskan semua perasaanya kepada kita, aku pilih sudut pandang Yasinta yang terlebih dahulu, agar teka-teki kebingungan rasa diantara dua insan masih bersemayam.
1 comments
Cerdas...
BalasHapusMana bacanya tengah malem gini. Langsung terhanyut dalam kata-kata kosong dan hampa.Duh...
Ada lanjutannya nggak?