Daun

10.42




source : tumblr


Siang tadi dibalkon kantor kuamati sejenak pohon kelengkeng yang menjulang tak terlalu tinggi tapi mampu kuraih dari balkon lantai dua. Lima sampai sepuluh menit aku berdiri mengamati perlahan daun kering yang mulai beranjak digoyangkan angin,  memang  tak begitu cepat, perlahan tapi pasti, makin lama daun bergerak melukai tangkainya sendiri. Hingga akhirnya daun yang sudah tua dan kering itu jatuh melayang pelan penuh harmoni kesadaran untuk manapaki tanah dan siap tidak siap menerima kerasnya perlakuan, entah diinjak atau digilas roda-roda transportasi, atau dibiarkan saja hingga tertimbun tanah menjadi fosil nanti.

Tak ada yang tau pasti alasan daun tumbuh dari setiap tangkainya, apa hanya sekedar menunggu angin datang menorehkan hembusan yang membuatnya jatuh menapaki tempat sekejam itu di bawah sana, bolehkan daun menolak untuk gugur?  Bolehkan daun menolak untuk tumbuh ditangkai terbuka dan mudah disapa angin yang seenaknya saja? Bolehkah daun menetap selamanya ditangkainya?.
Andai saja semua pertanyaan didengar daun, apa daun akan menjawab?, ah lagi-lagi pertanyaan yang terus muncul. Mungkin ada saatnya semua beranjak pada sudut pandang yang berbeda, jangan tanya seseorang jangan tanya kepada yang bersangkutan tanyakan semesta tentang takdir tuhan pada setiap mil detik kejadian. Semua pasti ada jawaban yang harus dipelajari pelan, apalagi oleh otak manusia yang kadang berfikir lamban dan malas untuk belajar dari lingkungan. 

Perasaan, aku bisa merasakan angin mencubit pori-pori kulitku perlahan, hingga ada desir-desir hawa dingin yang aku rasakan, aku juga merasakan gejolak hatiku saat getar-getar rindu itu ada, saat gejolak berbunga-bunga, saat kupu-kupu warna-warni menari diperut, saat wajah memerah semu , semua terarah padamu. Hanya seseorang bukan pangeran ataupun perwira dengan sepatu bajanya yang kuat. Sayangnya aku belum menemukan alasan yang tepat. Apa itu yang namanya naluri alami, dari hati bukan karena sebab materi dunia yang kadang diidam-idamkan , seperti kisah-kisah dongeng para putri yang disuruh oelh ibu-ibu mereka datang pada sebuah pesta hanya untuk berdansa dengan pangeran dan dipersuntingnya hingga mendapat mahkota. Jika hadir seperti halnya daun berarti memang tak pernah ada jawabanya . Bahkan jika daun itu diterpa angin dan jatuh tersungkur, tak ada yang bisa meramalkanya. 

Tapi sayangnya aku tak ingin perasaanku seperti daun yang kubuat dalam cerita agar tak bisa gugur atau abadi selamanya, yang menaruh keputusan pada waktu yang bergulir merampas daun muda menjadi tua, atau seperti angin yang melukai tangkai dan menjatuhkanya di tempat yang suram diantara tanah dan marabahaya, walau kadang harapanku hanya sembuah imajinasiku sendiri dalam ruangku sendiri yang meminta apapun abadi. Jadi sebagai gantinya aku harus bangun dari alam bawah sadarku dan akan kunikmati  daun sebagai mana mestinya tetaplah menjadi sebuah pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab oleh siapapun aku, kamu tentang perasaan yang menjadikan kita bersangkutan, entah hanya semesta dan tuhan yang mengerti alasanya, rahasianya dan kejutan-kejutan besarnya, biarkan semua berjalan sederhana dan apaadanya, tak perlu dipaksa. Tapi untuk kesekian kali ada harap yang sering kuselip. Berikan jiwa yang tetap sama mebaranya kala daun tumbuh dan gugur nanti berikan semerbak bunga yang tak akan lekang entah bagaiman nanti takdir memisahkan, atas nama daun dan segala pertanyaanya kutitipkan rindu pada ujung daunku hingga menusuk pori-pori tangkaimu semoga engkau tau doaku memang tak pernah meminta kita bersama tapi meminta apapun itu adalah hal nyata yang telah ditakdirkaNya.



source : tumblr






You Might Also Like

1 comments

INSTAGRAM