PEMIKIRAN ORANG LAIN
06.52
Hari ini sebenarnya bukan hari sial level tertinggi gue, malah gak begitu sial sih, tapi gue bisa merasakan ketika kesialan itu akan menggerogoti hari ini, dimulai dari membuka mata, dan bangun tidur, setelah melakukan rutinitas seperti biasa, dan siap stay on memanjakan si Justin (motor kesayangan gue) yang gue harapkan hari ini bakal lancar nganter gue sampai tujuan yaitu sekolah gue, sebut saja STM tercinta, nah ditengahperjalanan gue mulai khawatir ada detik-detik keterlambatan upacara bendera, karena hari itu tepat hari senin, kewajiaban sebagai murib yang baik kan selalu ikut upacara bendera dan menyanyikan lagu indonesia raya.
Kepanikan gue mungkin membuat Justin sedikit risih sehingga gue gak tersadarkan ketika rantai motor si Justin sudah mulai merengak untuk di elus-elus dengan kasih sayang, akhirnya gue takluk, dan gue yang awalnya tampak macho dan keren dengan kecepatan 100 km/jam, jadi terlihat kayak ibu-ibu yang baru latihan motor hanya berani dengan kecepatan 20-40 km/jam, yah mau gimana lagi daripada ntar si Justin ngambek dan gak bisa ngapa-ngapain. gue kembali memikirkan waktu keterlambatan, gue udah hilang arah, pasrah tak tau apa yang harus gue lakukan disaat-saat yang memilukan seperti ini, gue berharap punya kantong doraemon dan memngambil mesin waktu untuk menghentikanya, agar waktu perjalanan gue sama Justin ini bisa santai kayak dipantai.
Khayalan gue terasa hilang sekejab, dan gue tersadar masih dalam perjalanan bersama Justin dengan santai, di depan gue ada ibu-ibu entah mau pergi ke pasar atau malah dia memang berjualan di tengah jalan, ibu-ibu itu berada tepat di depan gue dengan tampang tak berdosa berjalan terus di depan gue sedangkan peluang untuk mendahului mobil-mobil di samping depanya sangat memungkinkan dan tidak melanggar aturan, gue yang geram karena saat itu terpaksa berjalan lebih lambat lagi mencoba menekan tombol tlakson, gue berharap sih, agar ibu-ibu tersebut bisa lekas menyadari keberadanya yang sedikit egois. tapi kenyataanyaapa yang gue mau tidak sesuai harapan, ibu itu kembali protes ke gue dan menyalahkan gue atas seragam yang gue pakai, keterlambatan gue, dan sifat kemalasan gue.
Gue termenung sejenak, emang segitu pentingnya ya,orang ngejudge
orang lain dengan tampilan awal yang dia lihat, seolah berkata benar dan menyalahkan posisi dan hidup gue, gue sedikit sakit hati saat itu, tapi di sisi lain ibu-ibu itu memang benar dengan mengatakan apa yang menurut dia benar dengan melihat bukti fisik yang ada.
Sampai di depan pintu gerbang STM gue, gue tau gerbang memang masih terbuka tapi gerbang menuju lapangan belakang untuk melakukan upacara bendara pasti sudah tertutup, gue pun mengeluarkan jurus jitu dari sobat-sobat gue yang berpengalaman lolos dari hukuman telat mengikuti upacara, gue juga males kalo harus muterin lapangan 3 kali, karena lapangan sekolah gue termasuk lebar dari sekolah-sekolah lainya. gue gak akan jalan ke gerbang karena gue tau disana sudah ada guru-guru yang siap negur gue dan menyuruh gue duduk dengan lagak sok manis, padahal gue udah tau aksi guru-guru itu selanjutnya, mereka bakalan menyiksa gue habis-habisan untuk lari keliling lapangan karena gue udah bukan anak junior lagi gue udah tau hal-hal semacam ini, gue putuskan untuk pura-pura naruh tas ke ruang kelas gue, dan gue gak akan keluar sebelum upacara selesai dan teman-teman gue memasuki kelas tersebut. dan taraaa! berhasilah gue lolos pada keterlambatan kali ini.
Kegiatan belajar-mengajar berakhir seperti ala kadarnya, sepulang sekolah gue berharap bisa langsung pulang, tapi semua itu gagal karena gue baru ingat kalo gue sendiri yang mengadakan rapat untuk mengurus progres yearbook, ternyata rapat itupun gagal karena pengisi acara dari EO yearbook sekolah gue berhalangan hadir, akhirnya gue benar-benar memutuskan untuk segera pulang, karena sekolah sudah semakin larut, gue benar-benar gak mau melihat diri gue terus berguling-guling gak jelas di koridor-koridor tua itu.setelah gue siap dengan Justin, gue dan Jusin pun langsung cabut meninggalkan parkiran yag juga tua itu, lebih tua bahkan dari umur gue sendiri.
Belum sampai 15 menit perjalanan gue merasakan hal aneh menimpa gue, kerana gue masih banyak pikiran dan belum fokus, gue berfikir ini adalah keajaiban Tuhan yang tertunda, atau luapan kesedihan gue, sehingga air-air dilangit pada jatuh, 5 detik pertama, respon gue masih bingung karena bangun dari bengong, gue bertanya-tanya ke Justin "woy tin, mengapa air dilangit berjatuhan" sampai akhir nya gue baru tersadar dan menepi di emperan toko pinggir jalan, "oh, ternyata hujan" pikir gue dengan waras.gue masih merasa malas untuk megeluarkan jas hujan, "toh, ini perjalanan pulang kerumah, gak masalah kalo harus basah-basahan" pikir gue santai, akhirnya gue tetap melanjutkan perjalanan dengan Justin tanpa Jas Hujan, padalah di tempat itu hujan memang deras-derasnya sampai-sampai baju gue benar-benar basah kuyup. setelah kurang lebih 20 menit perjalanan, gue heran kenapa di tempat ini gak hujan sama sekali dan malah terang benderang, matahari juga masih muncul, gue benar-benar bingung saat itu, dengan posisi gue masih basah kuyup kena guyuran air langi di jalan sebalah, gue bener-benar malu banget, ketika orang-orang pasti bakal ngelihatin gue dan berfikir "itu orang yang baru ulang tahun kenapa kabur" atau mungkin mereka mengira gue kelainan jiwa dengan membasahi diri sendiri iulah ketenangan atau, ah apalah itu pemikiran orang-orang yang milihat kondisi ku saat ini akan berbeda ada yanng positif maupun negatif.
Disini gue baru sadar betapa malunya gue, jika orang lain akan berandai-andai yang tidak wajar, atau malahan berfikir negatif tentang gue, padahal mereka sendiri tak mengetahui jalan pikiran gue.dari situ gue menangkap omongan ibu-ibu yang marah-marah sama gue tadi pagi.
Semua orang terkadang tak bisa menebak pikiran kita secara real, karena terkadang mereka hanya butuh waktu beberapa detik untuk menilai kita lewat suasana, fisik, tindakan bahkan peristiwa, itulah mengapa mereka dianggap ada didunia ini, kalo gue terus berfikir atas intuisi gue sendiri sama aja gue berharap untuk hidup bersama orang-orang yang transparan dan gak berbentuk ataupun bersuara. dari sini gue akan berusaha untuk menengok dan memposisikan diri gue jadi orang lain di luar diri gue sendiri.
0 comments